Insights
Angela Huang
•
8 menit
Baca
•
Jun 20, 2024
Di antara komoditas energi Indonesia, sumber daya alam tambang di sektor batubara bersinar terang, melayani kebutuhan energi lokal dan mendorong pendapatan ekspor. Pada tahun 2023, negara ini mencapai rekor produksi batubara tertinggi sebesar 775,2 juta ton, melampaui target 694,5 juta ton. Tren ini terus meningkat, dengan angka 564 juta ton pada tahun 2020, 614 juta ton pada tahun 2021, dan 687 juta ton pada tahun 2022.
Pemanfaatan batubara domestik diproyeksikan mencapai 213 juta ton pada 2023, melampaui target 177 juta ton. Meskipun harga pada 2023 lebih rendah dibandingkan tahun 2022, harga batubara tetap relatif stabil. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap rekor produksi termasuk rencana kerja yang direvisi, peningkatan anggaran, dan meningkatnya permintaan internasional.
Beberapa tantangan yang dihadapi oleh industri termasuk kenaikan biaya pertambangan dan penguatan dolar AS. Di tengah transisi energi, beberapa perusahaan pertambangan batubara melakukan diversifikasi ke usaha baru seperti pembangkit listrik tenaga air, kendaraan listrik, dan smelter nikel. Proyeksi sumber daya alam tambang pada batubara di Indonesia menjadi salah satu komoditas energi primernya, akan terus tumbuh hingga sekitar tahun 2035.
China dan India diperkirakan akan menggenjot produksi batubara Indonesia pada 2024, berpotensi melampaui target 710 juta ton. Namun, ekspor batubara dapat menurun pada tahun 2024 karena permintaan global yang moderat dan kelebihan pasokan di pasar. Meski nilai ekspor menurun, Indonesia masih mengirimkan 550 juta ton batubara pada tahun 2023.
Pemerintah telah menetapkan target produksi 2024 sebesar 710 juta ton, 8 persen lebih rendah dari rekor produksi tertinggi 775 juta ton pada 2023, karena kelebihan pasokan di pasar batubara termal global.
Timah, komponen penting dalam berbagai industri termasuk elektronik dan pengemasan, memicu ekspansi industri dan kemakmuran ekonomi.
Industri pertambangan timah Indonesia berdiri sebagai pendorong penting pertumbuhan domestik dan perdagangan global. Timah, komponen penting dalam berbagai industri termasuk elektronik dan pengemasan, memicu ekspansi industri dan kemakmuran ekonomi. Komitmen Presiden Joko Widodo untuk membatasi ekspor mineral mentah menggarisbawahi fokus strategis Indonesia pada pengolahan hilir, memposisikan negara sebagai eksportir timah terbesar di dunia.
Urgensi smelter disoroti oleh Kementerian ESDM, yang bertujuan untuk kemandirian hilir dalam mengolah bahan baku. Indonesia saat ini mengoperasikan smelter dalam jumlah terbatas, dengan rencana untuk menambah lebih banyak guna memenuhi kebutuhan pengolahan dalam negeri.
Penambang timah terbesar di Indonesia, PT Timah, baru-baru ini mendapatkan izin untuk mengekspor sekitar 30.000 metrik ton timah olahan pada tahun 2024, mengurangi keketatan pasokan yang mana juga berdampak pada harga pasar. Namun, keterlambatan dalam menyetujui rencana kerja tahunan perusahaan pertambangan telah mengganggu ekspor, berkontribusi pada fluktuasi harga.
Penurunan ekspor timah Indonesia baru-baru ini telah meresahkan pasar kertas dan fisik, yang berimplikasi pada dinamika penawaran dan permintaan global. Pergeseran proses perizinan menambah ketidakpastian, berdampak pada sentimen pasar dan tren harga.
Peningkatan impor timah Indonesia oleh Tiongkok mencerminkan penimbunan strategis di tengah kekhawatiran atas gangguan pasokan dari sumber lain, seperti Myanmar. Ketersediaan yang berkurang ditambah dengan meningkatnya permintaan menandakan pengetatan kondisi pasar, mendorong reaksi harga dan pengawasan pasar yang meningkat.
Industri nikel Indonesia mengalami lonjakan permintaan global, didorong oleh melimpahnya cadangan dan berkembangnya teknologi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik. Sejak tahun 2020, Presiden Joko Widodo melarang ekspor bijih nikel yang bertujuan untuk mendorong pengolahan dalam negeri, sehingga menghasilkan peningkatan signifikan pada ekspor nikel olahan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor feronikel meningkat dari 1,5 juta ton menjadi 5,7 juta ton antara tahun 2019 hingga 2022, dengan nilai dari USD 2,5 miliar menjadi USD 13,6 miliar. Selain itu, ekspor komoditas nikel dan produk turunannya juga melonjak dari 91,5 ton menjadi 775,6 ton pada periode yang sama, dengan nilai yang meningkat dari USD 813,1 juta menjadi USD 5,9 miliar.
Perusahaan-perusahaan terkemuka dalam industri nikel Indonesia seperti PT Vale Indonesia Tbk (PTVI) dan PT Antam Tbk tengah memperluas operasionalnya secara strategis. PTVI berfokus pada produksi nikel matte dan berencana berinvestasi pada smelter HPAL untuk bahan baterai kendaraan listrik, sementara Antam berupaya meningkatkan produksi feronikel dan mengeksplorasi wilayah tambang baru.
Namun, meski menjanjikan secara ekonomi, pengembangan hilirisasi dan keberlanjutan lingkungan tetap menjadi tantangan. Indonesia menargetkan diri sebagai pemimpin produksi nikel dan produk bernilai tambah, sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan dan kemakmuran.
Saat ini, para penambang nikel Indonesia menghadapi penurunan tajam harga nikel, yang mendekati level terendah sejak 2021. Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), menyebut penurunan ini disebabkan oleh kelebihan pasokan produk nikel Indonesia, tren yang telah terlihat sejak awal 2023. Dikhawatirkan jika harga turun di bawah USD 15.000 per ton, banyak penambang akan kesulitan menutupi biaya produksi, yang bisa menyebabkan gangguan operasional.
Menanggapi hal tersebut, APNI telah mengambil inisiatif seperti membentuk Indeks Harga Nikel Indonesia bekerja sama dengan Shanghai Metals Market (SMM) untuk mendorong harga nikel dan memberantas aktivitas penambangan ilegal. APNI juga mengajukan rekomendasi kepada pemerintah, termasuk menghentikan pembangunan smelter nikel baru guna mendukung smelter yang sudah ada dan menjaga cadangan nikel nasional.
Indonesia, menjadi salah satu negara yang mempunyai cadangan sumber daya alam tambang di sektor nikel terbesar di dunia bersama Australia, berupaya menstabilkan harga nikel demi mendukung produksi baterai kendaraan listrik. Kenaikan harga nikel baru-baru ini setelah sempat turun, menumbuhkan optimisme di pasar baja nirkarat. Namun, kekhawatiran tetap ada mengenai keberlanjutan tren positif ini, dengan beragam pandangan mengenai arah harga nikel ke depan.
Indonesia menavigasi perannya di pasar nikel global untuk berupaya mengendalikan harga dan menunjukkan besarnya pengaruh negara ini. Terlepas dari tantangan dan kritik, dominasi Indonesia dalam produksi nikel tetap menjadi faktor penting yang membentuk dinamika pasar global, khususnya dalam konteks teknologi hijau yang sedang berkembang seperti kendaraan listrik.
Industri tembaga Indonesia, didukung oleh cadangan yang substansial dan permintaan global, memegang posisi yang menonjol di pasar global. Dengan deposit yang signifikan, terutama tambang Grasberg yang terkenal di Papua, Indonesia memegang posisi yang menonjol di pasar tembaga global. Peran penting tembaga dalam konstruksi, elektronik, dan telekomunikasi mendukung proses industri dan ekspansi ekonomi.
Menurut GlobalData, Indonesia menduduki peringkat keenam sebagai produsen tembaga terbesar keenam secara global pada tahun 2022, dengan output meningkat 20% dari tahun sebelumnya. Selama lima tahun menjelang tahun 2021, Indonesia menyaksikan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 4% dalam produksi, meskipun perkiraan sedikit penurunan CAGR sebesar 0,55% antara tahun 2022 dan 2026. Indonesia baru-baru ini menyetujui kuota penambangan tiga tahun untuk Freeport Indonesia, dengan total 219,8 juta metrik ton bijih tembaga, untuk meningkatkan efisiensi dalam persetujuan kuota.
Freeport Indonesia, pemain utama di industri ini, akan menambang 63,16 juta ton pada tahun 2024, 77,52 juta ton pada tahun 2025, dan 79,12 juta ton pada tahun 2026. Meskipun berkontribusi 4% terhadap produksi global, Indonesia menghadapi persaingan dari produsen utama seperti Chili, Peru, Cina, dan Republik Demokratik Kongo. Ekspor tembaga dari Indonesia melonjak sebesar 19% pada tahun 2022, dengan Jepang menjadi penerima utama, meskipun sedikit penurunan diperkirakan terjadi antara tahun 2022 dan 2026.
Khususnya, PT Freeport Indonesia (PTFI), perusahaan pertambangan tembaga dan emas terkemuka, mendekati penyelesaian Smelter Manyar di Gresik, Jawa Timur, dengan tahap pertama dijadwalkan mulai beroperasi pada Agustus 2024. Mewakili investasi sebesar US$3,17 miliar, smelter ini berjalan sesuai jadwal, menargetkan kapasitas penuh pada Desember 2024. Setelah beroperasi, PTFI akan mengolah semua produk pertambangan PTFI di dalam negeri, sesuai dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Smelter Manyar, yang dirancang sebagai smelter tembaga jalur tunggal terbesar di dunia, diperkirakan akan memproses 1,7 juta ton konsentrat tembaga setiap tahun, menghasilkan hingga 600.000 ton katoda tembaga. Selain itu, ia akan menghasilkan produk sampingan seperti asam sulfat, gipsum, dan timbal, bersama katoda tembaga, emas murni dan perak batangan, dan logam golongan platinum (PGM).
Sementara PTFI mengupayakan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga hingga Desember 2024 agar selaras dengan jadwal operasional smelter, pemerintah menunggu komitmen dari PTFI terkait commissioning smelter. Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menegaskan kembali sikap pemerintah, menekankan perlunya komitmen bersama untuk memenuhi kewajiban. Upaya lobi PTFI mencerminkan pentingnya sinkronisasi relaksasi ekspor dengan kesiapan operasional smelter, memastikan transisi yang lancar dalam industri tembaga Indonesia.
Industri bauksit Indonesia memainkan peran penting dalam pasar aluminium global, berkat cadangan yang melimpah terutama terletak di Kalimantan dan Kepulauan Riau. Negara ini menempati peringkat sebagai produsen terbesar kelima secara global, dengan peningkatan output 0,44% pada tahun 2022. Namun, larangan ekspor bauksit baru-baru ini sejak Juni telah menyebabkan surplus dan menantang konsumsi domestik karena kapasitas pabrik alumina yang terbatas.
Ronald Sulistyanto, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), menyoroti kesulitan dalam mengamankan investasi untuk proyek pabrik alumina, yang menyebabkan pemotongan dan penghentian produksi. Namun, ada harapan untuk relaksasi kebijakan untuk meringankan situasi.
Upaya sedang dilakukan untuk meningkatkan produksi alumina, memperkuat beragam komoditas energi Indonesia untuk mengatasi surplus. Pabrik-pabrik ini bertujuan untuk mengonsumsi surplus bauksit dan menghasilkan sekitar 8,5 juta ton alumina.
Pemerintah memproyeksikan surplus 13,86 juta ton bauksit yang tidak terjual di dalam negeri pada tahun 2024, yang mencerminkan tantangan operasional bagi banyak perusahaan pertambangan. Proses persetujuan yang lambat untuk rencana penambangan memperburuk masalah, menghambat operasi dan pasokan bahan baku ke pabrik alumina.
Sementara tantangan tetap ada, upaya bersama antara pemangku kepentingan industri dan pemerintah berupaya mengatasi surplus dan meningkatkan kapasitas pengolahan hilir, yang penting untuk mempertahankan industri bauksit Indonesia dan memaksimalkan potensi ekonominya.
Lanskap pertambangan di Indonesia dinamis, ditandai dengan evolusi berkelanjutan yang didorong oleh kemajuan teknologi. Merangkul teknologi mutakhir seperti otomatisasi, kecerdasan buatan, dan teknik pengeboran canggih menjanjikan untuk merevolusi sektor ini. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi dan keselamatan operasional, tetapi juga berkontribusi untuk mengurangi jejak lingkungan, menetapkan standar baru untuk praktik pertambangan yang bertanggung jawab.
Sementara fokus Indonesia sebagian besar adalah nikel, kekayaan mineral negara melampaui batas waktu, menghadirkan peluang untuk eksplorasi dan pengembangan di berbagai lanskap geologi. Upaya untuk memanfaatkan sumber daya ini berpotensi untuk lebih memperkuat posisi Indonesia di kancah pertambangan global, mendiversifikasi portofolionya dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Keberlanjutan terletak pada inti dari agenda dari sumber daya alam tambang Indonesia, dengan inisiatif yang sedang dilakukan untuk memprioritaskan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Strategi yang mencakup reboisasi, konservasi air, dan pengelolaan limbah mendapatkan momentum, di samping keterlibatan pemangku kepentingan yang kuat yang bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan dan memastikan keselarasan dengan tujuan sosial yang lebih luas.
Masa depan komoditas energi dan sektor sumber daya alam pertambangan di Indonesia tampak menjanjikan, didorong oleh target produksi yang ambisius dan upaya keberlanjutan, inovasi teknologi, dan upaya kolaboratif pemangku kepentingan. Ketika Indonesia terus menegaskan dominasinya di pasar pertambangan global, Indonesia menggarisbawahi peran penting negara dalam membentuk lintasan industri, menekankan kemakmuran ekonomi dan pengelolaan lingkungan.